"Tulisan ini kutujukan pada seseorang disana yang telah pergi meninggalkanku tanpa asalan yang tepat dan tanpa kata selamat tinggal"
Malam itu terasa sangat dingin, penuh jeritan dan tangisan. Begitu berat rasanya beban yang kupikul sendiri ini, ah sejuta tronton-pun tak akan bisa mengibaratkannya.
Sesaat fajar
menyingsing tak kudapati mata ini terpejam, tubuh ini terasa dirantai oleh ratusan
besi tua penuh goresan tajam, digerogoti oleh rasa sedih tak berujung
akhir. Adzan subuh berkumandang, entah
mengapa rasanya hatiku sedikit terobati mendengar lantunan ayat suci al-quran,
merdu sekali. Tak lama kuterlelap karena di dongengi oleh lantunan dongeng dari
sang Khalik
Kuterbangun pada
Senin sore, ketika para burung sibuk mencari dahan pohon untuk terlelap di kala
senja. Kuterdiam tanpa suara dan gemuruh candaku yang riang, seketika aku
berubah menjadi psikopat di dalam ruang hampa. Cukup kutatap layar handpone ini
menunggu sebuah pesan singkat berisi kata “hei?” darimu. Aku memang lelaki
penuh kegengsian jujur saja, bahkan terkadang aku berpikir bahwa diriku ini
adalah seorang wanita yang terperangkap dalam raga seorang wanita.
Tak kusadar hari
sudah gelap dan malampun tiba bak sang batara menelan habis sang surya. Adzan
mahgrib sudah berkumandang, tak lama ku segera mengambil air wudhu dan segera
menunaikan ibadah Shalat mahgrib, bertemu Penciptaku dan memohon sesuatu yang
dianggap konyol bagi orang banyak.
“Allah’huakbar”
takbirku penuh khidmat, kumerasakan elemen tuhan berada di atmosfir tempatku
Shalat, begitu khidmat suasana atmosfir ini, tak sadar salampun telah kuucap
saat akhir Shalat. “Bismillah’hirrahmannirahim” kuberdoa, ketermenung,
kuterlemas yang bisa kulakukan adalah berdoa dengan penuh keyakinan bahwa tuhan
akan segera menunjukan jalan terbaiknya, secepatnya, kuselingi setiap doa nama
seorang yang kucinta yaitu ia, yang memutuskan untuk pergi dariku tanpa alasan
yang logis dan bisa diterima oleh pikiran akal sehat. Mengapa tuhan kau selalu
mengujiku dengan masalah seperti ini? Lagi dan lagi!, tak pernahkah kau sejenak
memberiku sepucuk kabar yang membahagiakan? Kenapa tuhan kenapa?!
Kuberdoa tak
henti, tak kusela, tak terasa bibir dan kerongkongan ini terasa kering dan
pecah. “riq makan dulu kamu sana, daritadi kok Shalatnya gak selesai selesai
sih?” omaku berkata
“iya oma nanti aja, ariq masih mau doa dulu, nanti juga makan
sendiri kan kalo laper hehe” “yasudah jangan lama lama”
“oke omaaa hehe”
Setiap waktu
yang kulakukan hanya berbaring mentap layar handphoneku menunggu sepucuk pesan
darimu yang begitu kuharapkan.
Tiba tiba hatiku membisikan sesuatu hal, hal
begitu gila dan liar, tanpa pikir panjang kutepis saja pikiran itu . “ah dia
enggak bakalan kaya begitu kok”. Tetapi entah mengapa rasa cemas dan khawatir ini
tak kunjung mengalah , semakin lama aku dikendalikan oleh pikiranku sendiri,
terjajah tanpa ada alasan. Sampai kapan aku akan seperti ini?, aku tak tahan,
dengan penuh keberanian dan kenekatan akupun beranikan diri mengirim pesan teks
awal kepadanya.
“PING!!!”
“iyaaa?”
“kamu kemana aja
kok gak ada kabarnya sih?”
“aku nunggu kamu
bbm duluan, aku takut buat bbm kamu duluan”
“loh kok gitu?
Justru aku nungguin bbm dari kamu, aku gak bbm kamu karena takut ganggu
aktifitas kamu”
Ah serba salah
jadinya kalau seperti ini!, aku harus apa?
Harus seperti apa lagi? Argh!!! Ingin rasanya aku menghapus segala
ingatan yang ada saat ini, kurasakan hidupku ini hanya berkutat dalam lingkaran
penuh masalah
hari demi hari berlanjut dan situasi ini tetap tak berubah, tetap sama berputar pada lingkaran yang sama, akupun sudah merasa tak peduli dan masa bodo akan semua ini..
BERSAMBUNG.....
No comments:
Post a Comment